Jumat, 02 Oktober 2015

 Selembar halaman Istimewa         
Juli Elisabet Gurning, kls X-1, SMA N. 4 P.SIANTAR
           

Ketika senja telah memasuki gerbang malam yang telah terbuka lebar seakan ingin meneriaki si penulis agar si penulis meninggalkan senja itu. Si penulis itu pun seakan mendengar teriakan senja tersebut dan akan menuruti nya.                                                                                                
Si  penulis  akhirnya mengangkat tubuhnya, ingin meninggalkan taman yang sejak 3 jam tadi digunakannya sebagai tempat berdiam, si penulis memandang sejak fajar masih menunjukkan tubuhnya di hamparan langit untuk menerangi tatapan si penulis.
Akhirnya si penulis pun melangkahkan kakinya menyusuri taman dengan tapak kakinya yang kuat dan tidak ada cahaya sedikitpun yang terpancar dari sang langit, seakan ingin sembunyi dari si penulis.
Sesampainya si penulis di halaman rumahnya, si penulis melakukan hal yang selalu dilakukannya dikalah hatinya kesepian, dan dalam 2 minggu ini si penulis tidak pernah absen melakukan hal tersebut.Kebisaan itu merupakan hal yang sangat menyakitkan tapi tidak bagi si penulis. Si penulis menancapkan duri bunga mawar dengan sangat dalam ke telapak tangannya sendiri, sambil menatap dalam dan sangat-sangat dalam  luka  yang sangat menyakitkan itu, seakan si penulis sedang menatap seseorang.
Kemudian si penulis secara sangat cepat masuk ke rumahnya yang sangat gelap, si penulis duduk disofa sambil mengambil beberapa novel sastra dari kamarnya dan juga beberapa pensil yang kurang lebih berukuran 10 cm lengkap dengan penghapus juga rautan kayu yang selalu digunakan, dirawat, dan disimpannya setelah kurang lebih 15 tahun.
            Akhir-akhir ini mungkin si penulis memiliki masalah yang baginya sangat-sangat besar, bahkan baginya inilah yang tebesar dalam sejarah hidupnya. Disudut kamar si penulis meletakkan lemari kecil yang terbuat dari kayu Jepara berukuran 1 m yang kuncinya sangat rapat. Bahkan dalam membukanya butuh waktu lebih dari 1 jam.
Untuk pertama kalinya  si penulis menderita tekanan atau depresi yang amat berat yang seakan selalu menyeret tubuhnya yang sangat lemah tapi ‘kuat’ itu seakan selalu ingin ikut untuk mengikuti arah tekanan atau depresinya tanpa mengabaikannya sedikitpun. Sepertinya masalah yang dialami seorang penulis saat ini hampir membuatnya kehilangan akal sehat dan tidak mau berkomunikasi dengan siapapun dan tidak tahu sampai kapan hal ini akan terjadi.
Si penulis pun lalu melangkahkan kakinya dengan lambat, lambat..dan sangat-sangat lambat, seakan ada magnet berbeda kutub yang menarik tubuh lemahnya yang hampir terjatuh itu. Hingga sepasang kakinya telah sampai dihadapan lemari Jepara kecil itu. Ia membuka dengan sangat cepat lemari itu....
Lalu,1 jam hampir berakhir, lemari yang sudah sangat terlihat tua itu pun mulai mengeluarkan suara engsel nya yang khas seakan pertanda bahwa si lemari sudah mulai membuka tubuhnya untuk si penulis sang majikannya yang selalu membuka pintunya.           Lemari itu sepertinya tidak keberatan bila isi dalam tubuhnya diambil oleh si penulis itu. Dan mungkin si lemari itu ingin cepat-cepat dibukakan pintunya oleh si penulis
            Akhirnya, si penulis mengambil sebuah kotak hitam yang kusam berwarna hitam pekat , dia pun mulai merasakan bahwa kotak hitam itu sangatlah kotor. Si penulis tersebut pun segera membersihkan kotak hitam tadi dengan bajunya yang berwarna coklat . Perlahan demi perlahan di usapnya lah kotak itu sampai bersih, dang mungkin itu sangat-sangat bersih, ia mengenakan kembali baju coklat pemberian abahnya yang dipakainya membersihkan kotak tadi. Mungkin saja si baju sangat ingin bebas dari siksaan si penulis karena inilah kali pertamanya si penulis membuka baju itu, hanya saja si baju tidak bisa mengungkapkannya kepada si penulis.
Dengan penuh rasa cemas, si penulis yang wajahnya sudah dipenuhi keringar itu mulai membuka kotak hitam itu. Sedikit demi sedikit hingga kotak itu terbuka semua. Didalamnya, ia mengambil sebuah buku yang sangat tebal, kira-kira 15 cm.
Buku itu adalah buku pertama dari puluhan buku yang sudah ditulisnya,
Buku itu diletakkannya tepat didepan matanya, ia menatap buku itu dengan sangat tajam,seperti mencoba untuk membangunkan buku itu dari tidurny a yang sudah hampir memasuki 14 hari. Tidak sadar, satu persatu air mata si penulis pun jatuh, ia mengenang    waktu saat menulis buku itu.                                                                                            Dibuku itu tertulis semua kenangan manis maupun pahit dia bersama abahnya, yang selalu menemani kehidupannya yang kurang lebih ditulisnya selama 15 tahun .
Dengan hati-hati dia membuka satu persatu lembar lembar buku tersebut.
 Di lembaran awalnya tertulis rangkaian kata kata :
 “Pada hari ini, Selasa 22, Juli-1975 aku mulai menulis, dan aku berjanji untuk memberi kejutan pada abah dengan memberi buku ini padanya pada tanggal 22, Juli-2000 tepatnya pada hari ulang tahunku yang ke 25 tahun, aku berjanji tidak akan memperlihatkan ini kepada abah sebelum waktunya, aku berjanji akan merahasiakan ini kepada abah, aku berjanji supaya menjaga selalu abah, bersama abah, selalu baik suka maupun duka, dan intinya aku harus membaca ini sebelum menulis lembaran-lembaran ini”.
Dibuku tersebut si penulis menuliskan setiap hal yang dialaminya bersama abahnya setiap hari.
            Si penulis adalah anak laki-laki yang hanya dibesarkan oleh seorang abahnya, abahnya kehilangan seorang istri yang sangat dicintainya yang dahulu mengandung si penulis anaknya.
 Istri dari abahnya pergi menghadap Penciptanya  saat dalam melahirkan si penulis.Jadi si penulis hanya dibesarkan oleh abah yang hanya bekerja sebagai ahli pembentuk kayu yang sangat ramah dan baik.  
            Sewaktu si penulis kedatangan bulan lahirnya yaitu pada hari ulang tahunnya, tepatnya pada umur 10 tahun di tanggal 22 Juli 1985, abahnya memberikannya sebuah buku yang amat tebal sebagai hadiah ulang tahunnya, kala itu dia sangat jenius, anak yang gemar membaca dan menulis, tapi sayang kehidupan mereka yang serba kekurangan tidak cukup untuk bisa menyekolahkannya. Abahnya hanya sanggup membelikan buku tersebut kepada si penulis yang sangat jenius itu.

Setiap hari, pukul 09:00, si penulis menuliskan apa saja yang dilakukannya dengan abahnya dalam 1 hari tersebut. Si penulis menuliskan tulisannya itu minimal 3  paragraf dalam sehari, 21 paragraf dalam seminggu, 84 paragraf dalam sebulan, 1008 paragraf dalam setahun dan kurang lebih 15000 paragraf dalam kurang lebih 15 tahun.
Itulah kebiasaanya sehari-hari, si penulis tidak penah sekalipun absen dalam menuliskan di lembaran-lembaran buku yang tebal itu. Dan dalam 15 tahun tersebut dia tidak sekalipun memberitahu hal tersebut kepada abahnya.
            Sebenarnya sejak lahir, si penulis menderita cacat fisik yaitu buta mata sebelah kanan. Dan abahnya pun mengetahui penyakit tersebut setelah si penulis telah berumur 5 tahun. Si penulis menyayangi abahnya lebih dari apapun. Abahnya telah mengikhlaskan salah satu kornea matanya untuk di pindahakan ke mata si penulis.         
Itu pun si penulis mengetahuinya dari salah satu tetangganya. Si penulis pun sangat berterima kasih kepada abahnya, dikala itu. Karena itulah si penulis tidak mau dan tidak  pernah menyusahkan abahnya.
            Setelah si penulis mulai menulis buku tebal itu, si penulis menjadi lebih rajin menggoreskan pensil-pensil hitam nya ke atas kertas putih, abahnya sering membelikannya buku-buku kosong yang murah lengkap dengan penghapus putih, dan rautannya dibuat secara langsung oleh tangan abahnya.
Satu kali dalam seminggu si penulis menuliskan cerita-cerita dongeng, cerita-cerita khayalan, dan masih banyak lagi buku-buku “mahal” yang ditulis oleh tangan kecilnya pada masa itu. Buku-buku yang penuh dengan imajinasi itu, dia simpan selalu di bawah tikar yang menjadi alas peristirahatannya dengan abahnya dikalah badan lelah dan ngantuk.
Si penulis adalah seorang anak yang memiliki imajinasi yang sangat tinggi, dia bisa menuliskan buku tetapi hal tersebut pun belum pernah dia lihat. Sampai umurnya 20 tahun pada 22, Juli 1995 dan pada hari itu tepat pada peringatan hari kelahirannya sekaligus sebagai hari peringatan 20 tahun kepergian Ibunda nya yang melahirkan si penulis.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupnya ia menuliskan 1 novel yang berjudul “ Aku mencintai yang tidak kulihat’’ yang semua menceritakan tentang Ibundanya yang telah tiada , yang telah pergi meninggalkan dunia saat melahirkan si penulis ke dunia. Ia merangkai kata-kata dengan sangat luar biasa dan bahkan dalam paragraf ketiganya bila di baca mungkin lari dari akal pikiran manusia.                                                                                                                                      Pada saat setelah sebulan si penulis menuliskan novel yang luar biasa itu, ia pergi ke sebuah tempat dimana tidak ada masalah, yaitu tempat peristirahatan terakhir orang-orang. Ia berjalan menuju makam yang namanya bertuliskan Maya Erika. Ia duduk di makam itu dan berdoa sendiri. Lalu ia menggali lobang di makam itu berdiameter kurang lebih 20 cm. Lalu di lobang tersebut di masukkannya novel yang indah yang sudah ia tulis kedalamnya. Dan menutupnya dengan tanah kembali.
Saat ia selesai melakukan hal tersebut, ia kembali berdoa. Selesai ia melakukan semuanya, dengan wajah yang merah, ia berdiri dan berjalan menapaki tanah-tanah basah sehabis hujan dan kembali menuju rumah.
            Di rumah, setelah sampai, dia pergi ke dapur. Ia merasa sangat-sangat haus. Saat setelah dia sampai di dapur, matanya melihat abahnya sedang menggenggam plastik biru yang tidak tembus pandang. Ia melangkahkan kaki dan bertanya,                                                     “Apa itu yang abah genggam abah?”,                                                                                                    “Ah,ini tidak apa nak.....jawabnya dengan agak batuk.
Si penulis merasa sangat curiga dengan isi plastik tersebut, dan si penulis  berniat ingin mengambil plastik itu dikalah abahnya nanti meninggalkan plastik tersebut di atas meja.
Dan tepat sekali perkiraan si penulis. Abahnya meninggalkan plastik tersebut. Dan dengan sigap, si penulis menghampiri meja itu.
Dengan penuh pertanyaan si penulis ingin membuka plastik tersebut dan sesaat si penulis  membuka plastik berwarna biru tersebut, dia menemukan obat-obatan yang banyak dan si penulis sangat bigung. Ia tidak mengerti obat apa saja itu.
            Berminggu-minggu berjalan, si penulis menjalani hari-harinya menjadi buruk dan mereka semakin miskin. Abahnya sangat lemah, abahnya hanya bisa terbaring di tikar sementara dia harus kerja menjadi bertambah kesibukannya dalam menulis karena sudah sangat banyak kopian novelnya yang terjual untuk keperluan maupun kebutuhan mereka berdua.
Semakin hari dan semakin hari, abahnya menjadi sangat-sangat lemah. Si penulis terus berjuang menulis dan menulis dan hanya menulis lah sekarang harapan hidupnya untuk membelikan obat untuk ayahnya juga dia sangat berharap membawa abahnya ke rumah sakit.
Dia tidak sanggup melihat abahnya yang selalu merasa kesakitan.
3 tahun berjalan dia menjadi banyak dikenal orang oleh karena tulisan-tulisannya yang sangat luar biasa itu. Akhirnya dia memiliki cukup uang untuk membawa abahnya cek kesehatan ke Rumah Sakit. Dan betapa teririsnya hatinya ketika si penulis tahu bahwa abahnya menderita penyakit Radang selaput otak dan penyakit tersebut adalah salah satu penyakit yang sangat-sangat sulit untuk di sembuhkan. Si penulis terus berusaha keras atas kesembuhan abahnya dari penyakit yang amat sangat ganas itu.
Si penulis tiap hari menjadi sangat sibuk dan dia sudah sanggup mengobati ayahnya ke segala Rumah Sakit.
“Abah....abah harus janji ya, akan selalu menjadi temanku, sahabatku, pendampingku hingga aku sukses. Kita harus menjalani suka dan duka bersama-sama. Aku akan selalu berada disampingmu abah. Aku akan berusaha kesembuhan abah”, ucap si penulis sambil mengerat tangan abahnya dan menatap mata abahnya dengan penuh kasih.
“Ia nak, abah janji akan selalu bersamamu, akan selalu mendampingimu, dan supaya kau tahu nak...abah tidak merasa kesakitan, kau tenang saja putraku,”, kata abahnya sambil sedikit batuk.
            Dan dengan sangat-sangat tidak terduga, 1,5 tahun kemudia  abah dari si penulis tidak sanggup lagi menahan penyakit yang sangat berat itu pun pergi menyusul ibunda dari si penulis menghembuskan nafas terkhir.
Itulah yang membuat si penulis menjadi kehilagan hasrat untuk berbuat apa-apa. Si penulis terkenal itu sangat terpukul dan hampir menghancurkan harapan hidupnya dan janjinya kepada dirinya supaya memberikan Buku Tebalnya tentang sejarah kehidupannya dengan ayahnya selama 15 tahun si penulis menulis.

Disaat si penulis selesai membaca halam terkhir. Ia menemukan sebuah tulisan tangan pada halaman terakhir yang bertuliskan:
“Nak, abah sudah membacanya ya nak, terima kasih sudah membuatkan buku tebal yang luar biasa ini kepada abah, abah sangat sayang padamu nak. Walaupun kamu tidak memberikannya secara langsung, ini sudah lebih dari apa yang kamu harapkan , jadi jangan sedih. Mungkin abah sudah tiada saat kamu membaca tulisan ini, tapi ingat, abah selalu ada di hatimu selamanya. Jangan sedih lagi, supaya abah tidak sedih disini.                                    Dan maaf ya nak, diam-diam, ketika abah mencari obat di lemari, abah menemukannya di dalam lemari dan mengambilnya. Semoga kau juga menyayangi abah disana. Salam Abah tercinta. “
Dan seketika si penulis memeluk erat buku tebal itu sambil menangis haru menggunakan matanya dan mata abahnya yang diberikan abahnya dahulu.
Dan halaman terakhir buku itu lah, sebagai Halaman terakhir Istimewa dalam hidupnya selama-lamanya.